
ANAMBAS, Liputannews.id — Persoalan status tenaga honorer atau eks Pegawai Tidak Tetap (PTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas hingga kini masih menjadi dilema yang belum terselesaikan.
Ketidakjelasan terkait nasib, status, dan hak para tenaga non-ASN mendorong terbentuknya sebuah wadah perjuangan bernama Aliansi Tenaga Honorer Anambas (ATHA) pada Rabu, 12 Maret 2025.
ATHA yang diketuai oleh Rony Pardot langsung mengambil langkah dengan mengirimkan surat permohonan resmi kepada DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas agar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas permasalahan yang mereka hadapi.
Menanggapi permohonan tersebut, DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas menggelar audiensi pada Kamis, 10 April 2025, di Gedung DPRD setempat.
Audiensi tersebut dihadiri oleh perwakilan eks PTT, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Kepala Bagian Hukum Setda, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), serta para anggota Komisi I DPRD.
Dalam audiensi itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Anambas, Hino Faisal, S.Ds., yang memimpin jalannya rapat, menyampaikan bahwa pihaknya akan berupaya mendorong pemerintah daerah untuk segera memberikan kejelasan atas tuntutan para eks PTT.
“Kami akan mencoba mendorong apa yang menjadi keinginan dari teman-teman eks PTT agar mendapatkan jawaban yang pasti, baik soal gaji maupun waktu pelantikan PPPK gelombang pertama,” ujarnya.
Komisi I DPRD juga menanggapi keresahan seputar isu penghentian seleksi PPPK gelombang kedua.
Hino menegaskan bahwa DPRD akan mengawal aspirasi ini secara kelembagaan, dan akan menyampaikan langsung kepada Pemerintah Kabupaten untuk mendapat jawaban resmi.
“Usulan ataupun aspirasi mereka ini akan kami kawal. Ini adalah permintaan langsung dari masyarakat, dan harus dijawab secara tegas agar tidak ada lagi isu-isu simpang siur yang berkembang,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua ATHA, Rony Pardot, mengungkapkan sejumlah poin penting dalam audiensi, salah satunya adalah soal nasib tenaga honorer yang hingga kini tidak memiliki penghasilan tetap.
“Di beberapa kabupaten dan provinsi lain, tenaga non-ASN masih menerima gaji, setidaknya sampai mereka diangkat menjadi PPPK. Kami ingin hal yang sama juga berlaku di Anambas,” kata Rony.
Namun demikian, Rony menyambut baik hasil audiensi karena telah mendapatkan kejelasan dari BKPSDM terkait waktu pelantikan PPPK gelombang I yang direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei 2025, setelah Nomor Induk Pegawai (NIP) selesai diproses.
Selain itu, seleksi PPPK gelombang II juga dipastikan tetap berjalan, dengan ujian berbasis CAT akan digelar pada 30 April hingga 6 Mei 2025.
Kendati demikian, tidak semua persoalan berhasil diselesaikan dalam audiensi tersebut. Beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penting, seperti Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD), tidak dapat hadir.
Ketidakhadiran BPKPD membuat beberapa pertanyaan terkait penggajian dan kemungkinan penugasan kembali eks PTT belum mendapat jawaban yang jelas.
“Kami ingin memastikan apakah tenaga honorer yang sudah tidak bekerja bisa kembali dipekerjakan, setidaknya hingga proses seleksi PPPK selesai, agar mereka tetap memiliki penghasilan,” ujar Rony.
Ia juga menegaskan bahwa perjuangan ini bukan tanpa dasar, karena di beberapa daerah seperti Provinsi Kepri, Kabupaten Natuna, dan Bintan, pemerintah setempat masih mempekerjakan dan membayarkan gaji tenaga non-ASN dari Januari hingga Maret 2025.
“Kami berharap pemerintah daerah tidak tutup mata terhadap nasib kami. Kami hanya ingin kejelasan dan perlakuan yang adil,” pungkasnya. (Ifa-LN)