
ANAMBAS, Liputannews.id — Kain tenun Batik Cual, warisan budaya khas Kepulauan Anambas, terus dilestarikan sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang memiliki nilai historis dan budaya yang mendalam.
Dewi Nolly, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Anambas, menegaskan pentingnya pelestarian ini untuk mempertahankan nilai seni dan budaya lokal.
Dewi Nolly menyebutkan, kecintaannya terhadap seni dan budaya telah mempertemukannya dengan Isye Kurnia Ningsih, atau yang akrab disapa Mak Eteh, seorang perempuan paruh baya berusia 64 tahun asal Desa Rintis, Kecamatan Siantan. Mak Eteh merupakan satu-satunya perajin yang masih aktif menenun kain Batik Cual di daerah tersebut.
“Kain tenun Batik Cual memiliki keunikan motif yang tidak ditemukan pada hasil karya perajin lain. Kain ini bukan hanya bernilai seni tinggi, tetapi juga menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Anambas,” ungkap Dewi Nolly, Jumat (24/01/2025).
Dukungan dan Inovasi untuk Generasi Muda
Sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya, usaha tenun Mak Eteh baru-baru ini mendapat dukungan berupa empat mesin tenun dari Bank Indonesia. Dengan alat ini, Mak Eteh membuka kesempatan bagi generasi muda Anambas untuk belajar dan berkreasi di tempatnya.
“Generasi muda perlu mencintai seni dan budaya lokal. Kami berharap tempat ini menjadi sarana edukasi dan rekreasi yang menarik, sehingga lahir generasi yang sadar dan bangga akan warisan budaya mereka,” tambah Dewi Nolly.
Mak Eteh menggunakan benang berkualitas tinggi dalam proses pembuatan kain Batik Cual, yang membutuhkan keterampilan dan ketelatenan khusus.
Harga kain tenun ini berkisar antara satu hingga dua juta rupiah per lembar, mencerminkan kualitas dan keindahannya.
Harapan untuk Masa Depan
Dewi Nolly berharap kain tenun Batik Cual dapat dikenal lebih luas, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Promosi melalui berbagai platform, edukasi kepada generasi muda, serta pemanfaatan kain ini sebagai ikon budaya daerah diharapkan mampu meningkatkan apresiasi terhadap warisan budaya Anambas.
“Pelestarian Batik Cual bukan hanya soal menjaga tradisi, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pengembangan UMKM. Semoga kain ini menjadi kebanggaan dan membawa nama Anambas lebih dikenal di dunia,” harap Dewi Nolly.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda, kain tenun Batik Cual diharapkan terus hidup sebagai simbol kekayaan budaya Kepulauan Anambas. (Ifa-LN)